Kelompok Informasi Masyarakat
Memasuki abad 21 ini, kita
dihadapkan pada kekuatan semakin meluasnya arus globalisasi sebagai
tuntutan kemajuan jaman yang ditandai oleh adanya
persaingan bebas atau liberalisasi. Pergeseran dari masyarakat agraris
menuju masyarakat industri dan memasuki masyarakat informasi, sehingga kini
kita telah memasuki era dimana dunia tanpa batas terutama dalam bidang
informasi dan komunikasi yang berimplikasi pada aspek Ipoleksosbudhankam.
Dalam era globalisasi tersebut perubahan terasa begitu cepat, dan apa yang akan
terjadi diwaktu yang akan datang sulit untuk diprediksikan.
Salah satu variabel penting yang
ikut menentukan percepatan dan perluasan arus globalisasi ialah kemajuan
teknologi informasi dan komunikasi yang terus berkembang semakin canggih dari
waktu kewaktu. Dominasi variabel ini mengandung implikasi bahwa kualitas
dan pemberdayaan informasi dan komunikasi ( information and
communicationempowering ) akan menjadi prasyarat dari
upaya untuk menghadapi tantangan yang sekaligus untuk menangkap peluang di era
globalisasi ini.
Betapapun pencapaian kemajuan
teknologi di bidang informasi dan komunikasi yang telah menghantarkan
kita pada era digital ini, temuan media baru dalam komunikasi tidak akan
mampu mematikan media yang lama, karena masing-masing memiliki keunggulan dan
kelemahannya sendiri. Yang terjadi justru adalah saling mengisi
ranah-ranah yang kosong dan memacu inovasi baru. Demikian juga
kehadiran media-media yang berbasis teknologi informasi, tidak serta merta
mematikan media-media komunikasi tradisional dalam penyebaran informasi seperti
“ kulak warto adol prungon “ atau “ bakul
sinambi woro “ demikian juga terhadap komunikasi langsung (face
to face communication ) yang secara naluriah selalu dilakukan karena
kita sebagai makhluk sosial ( zoon politicon ).
Dalam dekade terakhir, telah muncul
kecenderungan-kecenderungan global yang mengarah pada keterbukaan dan akses
yang lebih besar untuk memperoleh informasi, dan saat ini sudah diakui secara
luas bahwa pertukaran informasi merupakan unsur penting dalam pembangunan
partisipatif. Kecenderungan-kecenderungan menuju transparansi, disertai oleh
revolusi komunikasi global, telah meningkatkan harapan publik akan jenis,
cakupan, dan penyampaian informasi yang disediakan oleh lembaga - lembaga dalam
sektor publik. Hal ini sejalan dengan Hak asasi masyarakat di
bidang informasi, yaitu Hak untuk tahu ( Right to know ) Hak
untuk memberi tahu
( Right to tell ) dan
Hak untuk mencari tahu ( Right to find out )
Informasi memang sudah menjadi
kebutuhan pokok bagi setiap manusia untuk dapat mengembangkan hidupnya baik
secara politik, hukum, ekonomi, dan sosial budaya serta keamanan dalam rangka
pengembangan pribadi dan lingkungannya. Oleh karena itu memperoleh informasi publik
merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM) sebagaimana ditegaskan dalam
Pasal 28F Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa
“ Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh
informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak
untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan
informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia “.
Efektifitas penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan sangat ditentukan oleh
adanya komunikasi yang baik antara pemerintah selaku pejabat publik yang
menetapkan kebijakan-kebijakan publik dengan masyarakat/publik . Dan komunikasi
tersebut akan berjalan jika ada transparansi informasi publik.
Reformasi telah mendorong perubahan ketatanegaraan
dan pola hubungan kemasyarakatan yang semakin menghendaki transparansi dan
demokratis. Sistem politik hasil reformasi telah berpengaruh pada
perubahan kehidupan berbangsa dan bernegara serta mendorong pemerintahan yang
berorientasi pada tata pemerintahan yang baik (good governance) yang
antara lain ditandai dengan transparansi, demokratisasi, akuntablitasi serta
terbukanya ruang publik untuk meningkatkan partisipasi dalam proses penetapan
kebijakan publik, menuju masyarakat madani ( civil society ).
Ditetapkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah yang telah diubah dengan UU Nomor 32 Tahun 2004,
sebagaimana telah diubah kedua dengan UU Nomor 12 Tahun 2008 sebagai
produk reformasi, telah memberikan otonomisasi pengurusan rumah tangga
pemerintahan di daerah sesuai dengan potensi dan cultur yang dimilikinya.
Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam
arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan
pemerintahan di luar yang menjadi urusan Pemerintah yang ditetapkan dalam
Undang-Undang ini. Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk
memberi pelayanan, peningkatan peranserta, prakarsa, dan pemberdayaan
masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat. Seiring dengan
prinsip itu penyelenggaraan otonomi daerah harus selalu berorientasi pada
peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan selalu memperhatikan
kepentingan dan aspirasi yang tumbuh dalam
masyarakat.
Peningkatan pelayanan publik dibidang
informasi menjadi bagian penting dari prinsip-prinsip good
governance, transpransi dan demokrasi. Kelompok Informasi
Masyarakat (KIM) sebagai forum media menjadi wahana untuk pelayanan publik di
bidang komunikasi dan informasi tersebut. Berlangsungnya interaksi dalam
proses komunikasi dan desiminasi informasi secara face to face dalam KIM, memiliki kekuatan sendiri karena
senyawa dengan kultur masyarakat, terutama pada masyarakat pedesaan.
Kekuatan pada komunikasi langsung tersebut, antara komunikator/sumber informasi
dengan publiknya karena proses ini memiliki hubungan emosional diantara
keduanya, sehingga semua pihak dapat merasakan kondisi psikologis yang
ada. Hal ini karena hubungan komunikator dan audience diusahakan memenuhi
apa yang disebut oleh Everet. M. Rogers dengan homophily ( kesamaan
kondisi )sehingga menumbuhkan emphaty ( kesamaan
rasa ) dikedua belah pihak yang berkomunikasi.
Keberadaan KIM dalam pemahaman
teknologi komunikasi-informasi adalah merupakan jaringan komunikasi (communication
networking), dimana sebuah sistem pendistribusian informasi dari satu
pihak ke pihak lain, dan sistem pengaksesan informasi secara bebas dari
pihak-pihak yang terlibat dalam sisten jaringan tersebut. Masing-masing
pihak memiliki peluang yang sama, baik dalam memproduksi maupun mengakses
informasi. Prinsip utama jaringan adalah adanya proses sharinginformasi
diantara pihak-pihak yang terlibat dalam sistem jaringan komunikasi.
Dengan adanya UU No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan
Informasi Publik semakin mendorong pentingnya kehadiran kelompok-kelompok
informasi masyarakat sebagai media pelayanan informasi. Keberadaan UU KIP
mengukuhkan hak warga Negara untuk memperoleh informasi-informasi public dari
badan public. Dengan terbukanya informasi public yang terkait dengan
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan akan semakin mendorong pembangunan
parsipatif. Kelompok informasi diharapkan dapat menjadi mediator untuk
aksesibuilitas komunikasi dan informasi kepada badan-badan public.